Politik Kaum Muda di Tengah Terpaan Korupsi

Oleh : Surya Makmur Nasution (SMN)

IKRAR bertanah air satu, berbangsa satu, dan berbahasa satu : Indonesia, telah diucapkan 84 tahun lalu,  pada 28 Oktober 1928. Ikrar itu disampaikan dalam sebuah pertemuan bernama : Kongres Pemoeda Indonesia, selama dua hari di Jakarta yang dikenal dengan : Sumpah Pemuda.

Hebatnya, komitmen itu dicetuskan oleh para pemuda Indonesia dari berbagai etnis-suku bangsa, budaya, agama, yang berasal dari berbagai daerah di Nusantara. Ada Jong Java, Jong Sumatera, Jong Celebes, Jong Ambon, Jong Betawi, Jong Batak, Jong Islamieten Bond dan lainnya.

Peristiwa maha penting itu menjadi momentum dimulainya proses menjadi, Indonesia. Dari sinilah dimulai cikal bakal dibangunnya fondasi Rumah Kebangsaan bernama Indonesia,  sebagai rumah bersama. Ini adalah awal momentum politik moral etis kaum muda dengan spirit kolegial nasionalismenya.

Bangunan fondasi rumah kebangsaan itu dipancangkan untuk dapat tegak berdiri di atas kaki keragaman etnisitas, budaya, religiositas dan daerah, sebagai sebuah karya besar anak muda, bernama Indonesia. Sungguh hebat dan luar biasa karya yang ditorehkan kaum muda saat itu.

Sumpah Pemuda merupakan monumen kerja intelektual dari hasil pergumulan pemikiran yang menghasilkan sintesis dari keragaman anasir keindonesiaan. Itu terlihat dari visi Sumpah Pemuda yang mempertautkan segala keragaman, menerobos batas-batas sentiment etno religious (etno-nationalism) ke dalam kesatuan tanah air, kesatuan bangsa dan kesatuan bahasa (Yudi Latif :2011).

Cucu Bung Karno, Puti Guntur Soekarno, Anggota DPR-RI, menuliskan, Sumpah Pemuda sebagai penanda historis satu komunitas politik tanpa menghitung-hitung keuntungan kelompok dan pribadi ke dalam satu semangat kedaulatan politik (Kompas, 27/10/12).

Sejarah Sumpah Pemuda nyata sekali mengajarkan kepada kita tentang bangunan rumah kebangsaan bernama : Indonesia. Politik kaum muda saat itu meleburkan ego-ego etnistitas, kesukuan, kebangsaan, keagamaan, kebudayaan, menjadi satu kesatuan, tanpa menghilangkan jatidiri pengakuan keragaman, dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Kini, setelah 15 tahun reformasi berjalan, Indonesia dihadapkan berbagai persoalan dan tantangan yang cukup kompleks. Reformasi yang menghendaki perubahan dalam sitem politik dan hukum yang adil, belum semua berjalan sesuai harapan masyarakat. Sejumlah kemajuan yang dicapai reformasi, terlihat pada kebebasan pers,   pengakuan akan hak-hak sipil, dan hapusnya dwi fungsi ABRI, untuk menyebut contoh konkret.

Reformasi belum menyelesaikan semua persoalan bangsa. Permasalahan birokrasi yang korup, penegakan hukum belum berkeadilan, kesejahrteraan dan kemakmuran rakyat hanya dinikmati segelintir orang. Perekonomian belum dikuasai sepenuhnya oleh negar, bahkan kekuatan asing justru yang mencengkram kedaulatan ekonomi rakyat.

Rasa kebangsaan dan persatuan masih mudah terkoyak dengan kepentingan sempit dan sesaat. Tuntutan keadilan ekonomi akibat penguasaan ekonomi dengan kekuatan modal dengan bekingan kekuasaan, sering terdistorsi dengan kepentingan public. Tawuran kelompok masyarakat menjadi pilihan dalam melihat sebuah persoalan. Kekerasan terhadap pemeluk keyakinan agama karena berbeda pemahaman dan pengamalan, terus menjadi tontonan.

Fakta itu tidak terlepas keterkaitannya dengan warisan Orde Baru selama 32 tahun berkuasa yang mengalami kegagalan dalam membangun masyarakat Indonesia yang maju, cerdas dan toleran dalam keragaman. Orde Baru yang bertekat hendak melaksanakan Pancasila sebagai ideologi bangsa atas kegagalan Orde Lama merawat dan membangun rumah kebangsaan, dan sangat counter productive dengan cita-cita Kemerdekaan RI. Penguasa dengan atas nama kekuasaan negara menjadi otoriter. Rakyat menjadi alat melanggengkan kekuasaan.

Di tengah kondisi bangsa seperti sekarang ini, politik kaum muda yang ikut berperan dalam setiap pergerakan sejarah kebangsaan  dipertanyakan posisi dan kedudukannya. Malah, politik kaum muda saat ini, dipandang atau dianggap justru ikut terlibat dan terperangkap atau setidak-tidaknya memberi konstribusi atas belum terselesaikannya persoalan bangsa yang semakin kompleks.

Salah satu musuh bersama bangsa yang dianggap sebagai pengurai benang kusut problematika negeri ini adalah : terlibatnya kaum muda dalam praktek kekuasaan yang korup.  Problem kemiskinan, pengangguran, pendidikan, kesehatan dan penegakan hukum yang adil, akan dapat diselesaikan, bila korupsi dapat diberantas dan diatasi dari hulu sampai hilir.

Keterlibatan kaum muda dalam praktek korupsi, kolusi dan nepotisme sebagaimana diberitakan secara luas oleh media massa akhir-akhir ini, menjadi bukti tak terbantahkan. Betapa politik kekuasaan begitu hebatnya mempengaruhi kaum muda dalam menjalankan gerakan moral etisnya atau idealismenya.

Meskipun, saya punya keyakinan, untuk persoalan keterlibatan kaum muda dalam praktek korupsi tidaklah berdiri sendiri. Hal ini akan muncul perdebatan panjang dan melelahkan bila kita hendak mengurai di balik terjebaknya kaum muda dalam praktik korupsi. Jebakan politik yang didisain oleh pihak yang ingin tetap berkuasa di negeri ini menjadi problem bangsa yang harus diatasi.

Lalu pertanyaannya, apakah kaum muda tak memiliki masa depan politik di negeri ini dimana pada 84 tahun lalu, para Pemuda Indonesia telah bersumpah, bertanah air, berbangsa dan berbahasa satu, yaitu : Indonesia ?

Dalam konteks kekinian, posisi politik kaum muda, meski agak kehilangan momentum emasnya, bukan berarti sama sekali sudah kehilangan elan vitalnya. Potensi kekuatan politik kaum muda, nyata adanya. Kaum muda memiliki harapan untuk memperbaiki dan memajukan bangsa Indonesia.

 Kaum muda saat ini masih punya waktu dan kesempatan untuk memperbaiki dan membuktikan tentang dirinya, yaitu, memiliki kekuatan politik moral etis yang bersifat kolegial dan nasionalis. Sejarah telah membuktikan, kepemimpinan kaum mudalah yang dipercaya membawa perubahan bangsa ini menjadi bangsa yang maju, modern dan berbudaya. Pertanyaannya, maukah kaum muda merebut itu kembali ?

*Disampaikan dalam diskusi Pemuda dan Politik bersempena Peringatan Sumpah Pemuda ke 84 tahun oleh Ikatan Pemuda Muhammadiyah Provinsi Kepri di Hotel PIH Batam Center, Batam, 28 Oktober 2012.

suprapto

Read Previous

Butuh Bantuan, Bocah Penderita Leukimia

Read Next

Gerakan Pemuda Alami Disorientasi Nilai Kebangsaan