Kedaulatan Ekonomi Martim, Konsep Oke Aplikasi Nihil

BATAM, IsuKepri.Com — Pembangunan ekonomi maritim di Provinsi Kepulauan Riau semakin jauh panggang dari api. Cetak biru program maritim di Provinsi dengan wilayah 95% kelautan ini sudah dibuat sejak dua tahun lalu. Namun, konsep yang komprehensif dan membumi ini tidak mampu diaplikasikan.

“Konsep sudah oke, tapi aplikasi belum. Kadis (Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kepri) juga hanya foya-foya,” ungkap Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Rokhmin Dahuri dalam Workshop Bela Negara bertemakan “Membangun NKRI yang berdaulat melalui Pembangunan Ekonomi Maritim” di Hotel Harmoni One Batam Centre, Sabtu (10/11/2012).

Sebagaimana diketahui, sebelumnya Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kepri dijabat oleh Azirwan sejak 8 Maret 2012. Yang kemudian mengundurkan diri pada 22 Oktober 2012 akibat mendapat kritikan masyarakat sebagai narapidana kasus korupsi dan digantikan oleh Raja Ariza.

Menurut Rokhmin Dahuri, cetak biru pembangunan ekonomi maritim yang telah disusunnya sangat mendukung aplikasi green economy. Pembangunan ekonomi maritim yang telah disusun memanfaatkan sumber daya alam yang efektif dan tidak mengganggu lingkungan, seperti mengeluarkan gas rumah kaca yang banyak. Sehingga kebermanfaatannya bisa dinikmati segenap masyarakat, terutama yang berada di sekitar kawasan maritim.

Dalam cetak biru tersebut, terdapat 11 sektor ekonomi yang berpeluang bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat maritim. Diantaranya penataan ruang wilayah pesisir dan lautan, alokasi kawasan lindung dan kawasan pembangunan, pembangunan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi berbasis ekonomi kelautan yang berdaya saing, penataan ruang daerah hulu dan sebagainya.

“Pemberdayaan ekonomi maritim harus dilakukan melalui kombinasi antara pendekatan ekonomi dan keamanan,” katanya.

Saat ini, hasil usaha-usaha kelautan yang dilakukan para nelayan masih dibawah standar ekonomi. Belum mampu menyejahterakan masyarakat nelayan, hanya sebatas cukup untuk makan saja.

Ini diperparah dengan masih terjadinya pengeboman ikan di sekitar wilayah perairan Kepri. Serta banyaknya program penyuluhan yang tidak memenuhi sasaran akibat tidak adanya pendampingan secara berkelanjutan.

Untuk itu, diperlukan adanya pekerjaan alternatif bagi para nelayan selain hanya menangkap ikan. Transportasi khusus ikan dan pembangunan sistem logistik ikan nasional sangat mendesak agar hasil ikan tidak dijual ke pihak asing.

“Perlu adanya penerapan teknologi dan aplikasi ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) mutakhir di Indonesia untuk penguatan dan pengembangan industri maritim,” jelas mantan Menteri Kelautan dan Perikanan era Presiden Megawati ini.

Direktur Grup Humas Bank Indonesia, Divi A. Johansyah dalam pemaparannya menyatakan, minimnya pemahaman sejumlah pihak membuat pemanfaatan potensi ekonomi kelautan Indonesia menjadi kurang maksimal. Masyarakat nelayan juga mengalami kesulitan saat berhubungan dengan pihak bank untuk mendapatkan kredit atau pinjaman bagi usaha kelautan.

“Kalau dulu ada BRI (Bank Rakyat Indonesia) yang fokus pada sektor kelautan atau maritim. Saat ini tidak ada lagi setelah adanya undang-undang perbankan yang baru,” jelasnya.

Selain Rokhmin Dahuri dan Divi A. Johansyah, workshop yang diikuti jurnalis maritim dan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Batam ini juga menghadirkan dua narasumber lain. Yakni Pakar Keamanan Negara Maritim, Laksda TNI (Purn) Robert Mangindaan dan Staf Ahli Dewan Ketahanan Nasional, Laksamana Pertama TNI (Purn) Dani Purwanegara. (eki)

iwan

Read Previous

FKJMI Gelar Workshop Bela Negara

Read Next

Mantan Koruptor Mengundurkan Diri