Orkestra Pemberantasan Korupsi Sistemik

OPINI, Kata Korupsi berasal dari bahasa Latin corruptio dari kata kerja corrumpere yang memiliki arti busuk, rusak, menyogok, menggoyahkan, memutarbalik. Secara Harfiah, Korupsi berarti kebusukan, kebejatan, ketidak jujuran, dapat disuap, tidak bermoral, penyimpangan dari kesucian, kata-kata atau ucapan yang memfitnah. Definisi Korupsi dapat pula mengacu pada pemakaian dana pemerintah untuk tujuan pribadi. Definisi ini tidak hanya menyangkut korupsi moneter yang konvensional, akan tetapi menyangkut pula korupsi politik dan administratif. Seorang administrator yang memanfaatkan kedudukannya untuk menguras pembayaran tidak resmi dari para investor (domestik maupun asing), memakai sumber pemerintah, kedudukan, martabat, status, atau kewenangannnya yang resmi, untuk keuntungan pribadi dapat pula dikategorikan melakukan tindak korupsi.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Korupsi adalah Penyelewengan atau penggelapan (uang negara atau perusahaan) untuk keuntungan pribadi atau orang lain. Menyelewengkan, menggelapkan (uang dan sebagainya).Menurut pasal 435 KUHP, korupsi berarti busuk, buruk, bejat dan dapat disogok, suka disuap, pokoknya merupakan perbuatan yang buruk. Perbuatan Korupsi dalam dalam istilah kriminologi digolongkan kedalam kejahatan White Collar Crime. Dalam praktek Undang-undang yang bersangkutan, Korupsi adalah tindak pidana yang memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu badan yang yang secara langsung ataupun tidak langsung merugikan keuangan Negara dan perkenomian Negara.

Sebab-Sebab Korupsi
Ada beberapa sebab terjadinya praktek korupsi. Singh (1974) menemukan dalam penelitiannya bahwa penyebab terjadinya korupsi di India adalah kelemahan moral (41,3%), tekanan ekonomi (23,8%), hambatan struktur administrasi (17,2%), hambatan struktur sosial (7,08 %). Sementara itu Merican (1971) menyatakan sebab-sebab terjadinya korupsi adalah sebagai berikut Peninggalan pemerintahan ,colonial, Kemiskinan dan ketidaksamaan, Gaji yang rendah, Persepsi yang popular, Pengaturan yang bertele-tele dan Pengetahuan yang tidak cukup dari bidangnya.

Korupsi di Indonesia
Pada hakekatnya, korupsi adalah benalu sosial yang merusak struktur pemerintahan, dan menjadi penghambat utama terhadap jalannya pemerintahan dan pembangunan pada umumnya. Organisasi Fund for Peace merilis indeks terbaru mereka mengenai Failed State Index 2012 di mana Indonesia berada di posisi 63. Sementara negara nomor 1 (satu) yang dianggap gagal adalah Somalia. Dalam membuat indeks tersebut, Fund for Peace menggunakan indikator dan subindikator, salah satunya indeks persepsi korupsi. Dalam penjelasan mereka, dari 182 negara, Indonesia berada di urutan 100 untuk urusan indeks korupsi tersebut. Indonesia hanya berbeda 82 dari negara paling korup berdasarkan indeks lembaga ini, Somalia. Negara yang dianggap paling baik adalah New Zealand (VIVAnews).

Praktek Korupsi pasti terkait dengan pihak-pihak lain diluar struktur pemerintahan. Korupsi setidaknya melibatkan kerja sama antara dua pihak. Pejabat yang memangku kekuasaan dilembaga publik dan pebisnis yang berada di sektor swasta. Bentuk korupsi bisa beraneka rupa, seperti pengambilan dana publik yang menjadi sumber pendapatan Negara, penggelapan pajak, penyunatan alokasi anggaran pembangunan, permintaan komisi untuk proyek-proyek yang didanai pemerintah, penyuapan untuk meluluskan proses legislasi, pembuatan kebijakan public, persetujuan anggaran belanja Negara dan banyak lagi yang lain (Alhumami,Op, hal 67)

Memahami Sistem Integritas Nasional
Tujuan akhir dari pemberantasan korupsi adalah membuat korupsi dari beresiko kecil dengan keuntungan besar menjadi beresiko tinggi dengan keuntungan kecil sehingga penyelenggraan pemerintah dapat dijalankan lebih efektif, efisien dan adil. Konsep dasar starategi pemberantasan korupsi dimulai dari cara pandang bahwa korupsi adalah permasalahan sistemik dalam sebuah Negara, yang merupakan bentuk kegagalan penyelenggaraan pemerintahan. Sebagai sebuah permasalahan sistemik maka, solusi atas permasalahan ini mesti secara integral dan menyeluruh disinilah kemudian dikenal apa yang disebut sebagai Sistem Integritas Nasional.

Sistem Integritas Nasional terdiri dari institusi dalam semua sector (publik., swasta dan sector ketiga) suatu Negara. Peran dan fungsinya dilaksanakan dengan standar tinggi dalam efektifitas, transparansi dan akuntabilitas. Sehingga satu dengan yang lainnya saling mendukung untuk menjaga standar tinggi tersebut dan tingkat korupsi yang rendah. Sistem Integritas Nasional mencerminkan konsep akuntabilitas horizontal, dimana satu sektor menjadi watchdog (penjaga) bagi institusi lainnya.

Pilihan Sadar
Pemberantasan korupsi yang sistemik dan konsisten merupakan kunci tercapainya visi Indonesia yang bebas korupsi. Namun meskipun merupakan hal yang sulit, pemberantasan korupsi yang sistemik di Indonesia bukan merupakan hal yang mustahil terlebih dengan adanya lembaga seperti KPK yang mempunyai kewenangan yang lengkap dibidang penindakan maupun pencegahan (M.Jasin)

Setelah kita memhami situasi yang terbentang pada masa lalu dan masa depan kita . maka, kita semakin mengerti pilihan apa yang tersedia dan apa yang hendak kita wujudkan segera untuk mengisi lubang yang kosong pada kenyataan kita hari ini. Ini semua pilihan sadar dan rumusan yang paling rasional untuk menjawab persoalan transisi kita yang rumit. Indonesia tidak sendiri dan korupsi bukan hanya penyakit Negara demokrasi baru tetapi juga penyakit peradaban yang menua.

Sebuah Orkestra
Pada dasarnya, ini menunjukkan bahwa pemberantasan korupsi adalah persoalan nasional yang harus di selesaikan secara bersama. Melintasi batas kelembagaan. Sistem Integritas Nasional menjadikan pemberantasan korupsi adalah tanggung jawab semua institusi hukum, politik dan bisnis serta segenap lapisan masyarakat. Semuanya memiliki tanggung jawab yang sama untuk mewujudkan pemerintahan yang bebas dari korupsi.

Tentu saja diperlukan orkestrasi yang harmonis untuk memainkan sebuah alunan musik yang selaras. Di sinilah KPK harus memainkan peran strategisnya. Dengan orkestra yang dimainkan secara harmonis maka semangat anti korupsi menjadi spirit baru yang merata di seluruh penjuru tanah air. Persoalan korupsi dan orkestrasi untuk memberantasnya memang kompleks. Namun kita tidak boleh dikalahkan oleh besarnya dimensi masalah korupsi ini. Justru yang menjadi dimensi persoalan yang lebih besar adalah jika kita menjadi pesimis dan putus asa.

Mengacu pada Prof. Romli Atmasasmita strategi pemberantasan korupsi harus menggunakan 4 (empat) pendekatan, yaitu pendekatan hukum, pendekatan moralistik dan keimanan, pendekatan edukatif dan pendektan sosio-kultural. Pendekatan hukum memegang peranan yang sangat strategis dalam pemberantasan tindak pidana korupsi. Dalam hal ini diperlukan pendekatan hukum baru yang menempatkan kepentingan bangsa dan Negara atau hak-hak ekonomi dan sosial rakyat diatas kepentingan Negara lainnya.

Pendekatan moralistik dan keimanan, merupakan rambu-rambu pembatas untuk meluruskan jalannya langkah penegak hukum tersebut dan memperkuat integritas penyelenggara Negara untuk selalu memegang teguh dan menjunjung tinggi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa dalam melaksanakan tugas penegakan hukum terhadap korupsi.
Pendekatan edukatif, melengkapi kedua pendekatan tersebut di atas dan berfungsi menggerakkan serta meningkatkan daya nalar masyarakat sehingga dapat memahami secara komprehensif latar belakang dan sebab-sebab terjadinya korupsi serta langkah-langkah pencegahannya.

Sedangkan pendekatan sosio-kultural berfungsi membangun kultur masyarakat yang mengutuk tindak pidana korupsi dengan melukan kampanye publik yang meluas dan merata keseluruh pelosok tanah air. Pemberdayaan partisipasi publib bertujuan menumbuhkan budaya anti korupsi dikalangan masyarakat mulai dari tingkat pendidikan kanak-kanak sampai kepada tingkat pendidikan tinggi.

Apabila mengacu pada pilar-pilar yang menopang Sistem Integritas Nasional, orkestrasi pemberantasan korupsi yang seharusnya dipimpin KPK, berangkat dari pemahaman bahwa masing-masing pilar tidak harus memiliki kekuatan yang sama. Namun dampak keseluruhan dari orkestrasi tersebut merupakan hasil saling kompensasi kelebihan satu pilar atas kekurangan pilar yang lain (misalnya kelemahan pilar eksekutif harus dikompensasi dengan media masa yang independen dan kritis bersuara). Justru disinilah orkestrasi oleh KPK menjadi penting. KPK harus mampu mewujudkan koordinasi yang lebih baik untuk menutupi kelemahan individual dari masing-masing pilar. Tapi kita tahu dalam setiap amanah besar pasti juga disertai dengan ujian yang besar pula. Akhirnya keoptimisan dan harmonisasi seluruh elemen lah yang menjadi kunci sukses tidaknya orkestrasi pemberantasan korupsi secara sistemik. Semoga !!

Ivan Irifandi
Ketua Departemen Kaderisasi & Binsat
PD KAMMI Kepulauan Riau
Dan Anggota Komunitas Gerakan Kepri Gemar Menulis (GKGM)

Redaksi

Read Previous

Kecam PHK di PT Samsung, FSPMI Kepri Aksi Solidaritas

Read Next

2 Mahasiswa FISIP Umrah Pingsan