“Nian” Kuno Bermakna Budaya

DIAN FADILLAH, S.Sos

Pimpinan Sanggar Lembayung

Banyak masyarakat tidak mengetahui tentang asal muasalnya Imlek. Akan hal itu pula, banyak masyarakat yang kurang memahami sejarah Imlek secara spesifikasi apalagi kalau bicara  tentang Nian? Mungkin bukan sedikit yang malah tidak pernah tahu apa itu Nian ? Apakah itu manusia atau hewan atau sejenisnya.

Bila dilihat dalam peninjauan sejarah dimasa lalu, terutama di kawasan China, konon hiduplah Raksasa yang dinamakan masyarakat saat itu dengan sebutan Nian dengan wujud yang sangat ganas, buas, dan kejam. Tempat kediaman Nian berada di hutan, pengunungan dan ada juga yang mengatakan di dasar laut.

Selain itu, makanan rutin yang dijadikan Nian sebagai santapannya adalah binatang – binatang liar, burung, serangga dan manusia. Setiap hari Nian memakan berbagai jenis makanan yang berbeda – beda. Konon, setiap malam Tahun Baru Imlek, Nian akan turun dari pengunungan untuk memangsa manusia sebagai makanannya sehingga setiap malam Tahun Baru Imlek semua warga desa dan kampung mengungsi ke tempat yang aman agar dapat menghindari dari mara bahaya.

Pada suatu malam Tahun Baru Imlek, warga Desa Bunga Persik Tao Hua Chun sudah mulai mengungsi, membawa seluruh anggota keluarganya keluar daerah yang aman, tiba – tiba datanglah seorang pria tua yang merupakan seorang pengemis dan berasal dari desa lain. Berkumis putih dan panjang serta membawa kantong di lengan dan tongkat di tangannya. Warga yang sedang sibuk menyiapkan diri melakukan pengungsian dengan berbagai aktivitas yang dilakukan, diantaranya menutup pintu, menutup jendela, membungkus bekalnya dan ada juga yang asyik mengurusi binatang peliharaannya.

Suasana panik dan menakutkan sangat terasa, akan tetapi tidak ada orang yang menghiraukan kedatangan pengemis renta itu. Di sisi lain, terdapat seorang wanita tua memberikan sedikit makanan kepada pria renta tersebut dan menasehatkannya untuk ikut mengungsi ke tempat yang aman. Pria renta itu tersenyum dan berkata jika diizinkan tinggal di rumah malam ini, maka pengemis itu akan mengusir si Raksasa Nian dari desa.

Akan tetapi, wanita tua itu tetap tidak percaya dan terus menasehatkannya untuk ikut mengungsi. Pria renta tersebut hanya tertawa tanpa berkata sepatah katapun. Karena waktu sudah tidak mengijinkannya lagi untuk berbicara banyak sehingga wanita tersebut meninggalkan pria renta itu di rumahnya. Setelah larut malam, ternyata Nian benar – benar datang ke desa dan merasakan suasana yang berbeda pada tahun sebelumnya.

Rumah wanita tua di bagian barat Desa Tao Hua tertempel kertas merah yang sangat besar (disamping pintunya dan dalam rumahnya terang benderang) tubuh Nian bergetar dan menjerit dengan suara yang keras sekali. Nian penuh dengan kemarahan, kemudian lari menuju rumah. Pada saat mendekati rumah, terdengar suara ping ping piang piang seperti ada ledakan berasal dari halaman rumah wanita tua itu.

Akan hal itu, Nian gemetaran dan tidak lagi berani untuk mendekati rumah dan ternyata Nian sangat ketakutan dengan  warna merah, cahaya api dan suara ledakan. Nian yang berada di depan pintu rumah, melihat seorang pria renta berjubah merah sedang tertawa. Nian sangat takut dan panik sehingga dengan cepat Nian itu melarikan diri. Pada keesokan hari, tepatnya hari pertama Tahun Baru Imlek, warga desa kembali dari pengungsiannya. Mereka sangat heran melihat desanya aman dan tidak terjadi apa – apa. Tiba – tiba wanita tua yang pernah memberikan makanan kepada pengemis pria renta tersebut menyadarinya dan segera menceritakan apa yang pernah terjadi.

Warga desa segera menuju rumah wanita tua itu dan memang ditemukan kertas merah tertempel di pintu, di halaman rumah masih terdapat bambu yang belum habis terbakar dengan mengeluarkan bunyi pa..pa…pa… seperti suara ledakan, di dalam rumah masih terdapat lilin merah yang masih menyala.

Melihat pemandangan seperti itu, semua warga desa sangat senang dan ramai – ramai merayakan kedatangan Tahun Baru Imlek yang penuh harapan. Semuanya mengenakan pakaian baru, berkunjung ke rumah – rumah saudara dan teman untuk mengucapkan selamat. Berita tentang peristiwa ini sangat cepat beredar ke desa dan kampong – kampong sekitarnya, semua orang telah mengetahui cara untuk mengusir si Raksasa Nian yang menakutkan itu.

Mulai saat itu, setiap malam Tahun Baru Imlek, setiap rumah akan menempelkan sepasang puisi yang tertulis di kertas merah di samping pintu Tui Lian atau Chun Lian dengan menyalakan petasan dan tidak tidur pada malam Tahun Baru Imlek serta saling mengunjungi di hari pertama Tahun Baru. Tradisi tersebut kemudian menjadi tradisi dalam merayakan Tahun Baru Imlek yang juga merupakan hari raya yang paling penting dalam masyarakat Tionghoa dengan sebutan Imlek dan selalu identik dengan warna merah, barongsai, juga petasan.

Secara harafiah, Nian berarti tahun yang akan muncul setiap akhir tahun ke desa dan membuat penduduk desa gemetar ketakutan. Oleh karena itu, makanya setiap tanggal 1 dan bulan 1 kalender Cina selalu mengenakan pakaian berwarna serba merah. Penduduk desa juga serentak bersembahyang untuk memohon perlindungan. Selain itu, mereka membagikan angpao.

Maksudnya adalah untuk membuang sial, serta menarik rezeki dan keselamatan. Adat pengusiran Nian setiap awal tahun pada akhirnya berkembang menjadi sebuah perayaan. Guo Nian, yang berarti mengusir Nian diinterpretasikan sebagai perayaan menyambut tahun baru. Sejak saat itu, Nian tidak berani kembali ke desa dan tidak diketahui keberadaannya sampai akhirnya tertangkap oleh seorang pendeta Tao bernama Hongzun Laozu yang kemudian menjadi kendaraan pribadi pendeta. Kisah klasik Cina yang mendasari perayaan Imlek ini di Indonesia dan seluruh daerah, dalam perayaan Imlek yang diramaikan dan dirayakan bahkan dengan karnaval besar – besaran yang meriah sejak era kepemimpinan Abdurahman Wahid.

Semoga paparan ini dapat dimaknai secara benar dan berkesinambungan agar terpupuk urat nadi aktivitas seni budaya di Kota Tanjungpinang yang bukan hanya sekedar tahu sesuatu, akan tetapi memahami secara mendalam untuk Tanjungpinang is my dream city. (*)

Alpian Tanjung

Read Previous

Pelatih dan Atlit Harus Kompak Guna Meraih Prestasi

Read Next

Roy Suryo Dukung MK Tolak Daerah Istimewa Surakarta