Olahan Tahu Dengan Cara Tradisional

BINTAN, Isukepri.com – Sebagai salah satu industri rumah tangga, Tri Mulia Sari yang merupakan nama Industri Ekonomi Produktif (IEP) pengolah kacang kedelai menjadi tahu tersebut, mampu bertahan hingga saat ini. Pasalnya, usaha produksi yang melibatkan para keluarga sebagai karyawan tersebut, memiliki cara unik dalam mengolah produksinya. Diantaranya, penggunaan alat dan proses pembuatnya, masih mempertahankan cara tradisional berbanding dengan menggunakan alat modern yang serba canggih.

IEP yang beralamat di Desa Toapaya Selatan KM 20 Gesek tersebut dirintis oleh Jarkasi (70) sekaligus sebagai kepala keluarga. Bermula dari tahun 90-an itu, Jarkasi meneruskan usahanya dengan cara-cara yang sangat tradisional dalam proses membuat tahu.

Sebagaimana yang disampaikan anaknya, Musrida, orang tuanya tersebut, selalu mengandalkan penggunaan cara yang tradisional, karena cara modern yang pernah diterapkan dalam pembuatan tahu tersebut, tidak memiliki hasil yang diharapkan.

 Beberapa tahun lalu, kami pernah menggunakan mesin untuk mengolah kedelai menjadi bubur sebelum menjadi tahu, namun hasilnya tidaklah seperti yang diharapkan, dan mesin yang kami gunakan tersebut mengalami kerusakan, sehingga penggunaan alat modern kita hentikan ketika itu, kata Musrida.

Dari situlah, Musrida yang sekaligus sebagai pembantu pengerjaan tahu di Tri Mulia Sari itu mengatakan, hingga saat ini proses pengolahan tahu yang diproduksi IEP Tri Mulia Sari kembali ke cara-cara lama atau tradisional.Seperti, proses merebus kedelai yang masih menggunakan kayu api sebagai ba-han bakar, diikuti dengan peralatan yang lain, yang dianggap perlu dalam pembuatan tahu tersebut.

Eksistensi Tri Mulai Sari bukanlah suatu hal yang mudah untuk dibicarakan, sampai-sampai mereka juga memiliki kendala-kendala yang harus bisa diselesaikan sendiri agar, putaran modal dan konsisensi produksi terus menerus berlanjut.

Intinya, ketergantungan produksi tahu sangat erat dengan kedelai yang diperoleh sebagai bahan mentahnya, kita pernah mengami kesulitan dalam mencari kedelai, dan itu mempengaruhi hasil produksi kita hingga kepesarannya, ujar Musrida.

Biasanya, kacang kedelai tersebut didapat dari agen di Pinang Lestari Tanjungpinang dan Kawal Bintan, meskipun setelah tahu itu jadi, kedua tempat tersebut menjadi tempat penjualan tahu mereka hingga ke pasar Bintan dan para pedagang kecil lainnya.

Biasanya, dalam perhari kita menghasilkan tahu dari bahan baku kedelai sebanyak dua karung atau 100 Kg kedelai, tapi, jika bahan baku itu langka, kami hanya mengolah satu karung atau 50 Kg kedelai, ujarnya.

Dari satu karung kedelai seberat 50 Kg tersebut, Tri Mulia sari, mampu menghasilkan lebih kurang 400 ribu potongan tahu yang dijual seharga Rp. 500 per potong.Sementara itu, proses produksi tahu tersebut, tidak pernah berhenti dan terus berlanjut hingga 2013 ini, dimana pengerjaannya dilakukan melibatkan para keluarga yang dimulai pada pukul 05.00 WIB hingga pukul 13.00 WIB tiap harinya.

Ironisnya, meskipun sudah berusia 13 tahun, usaha ini belum lagi mendapat bantuan dari pemerintah. Hal itulah yang membuat Jarkasi sebagai perintis usaha selalu menggunakan jasa rentenir sebagai modal mencari bahan baku. Kini bapak terbaring di kamarnya menderita diabetes, sehingga beliau tidak terlalu aktif dalam proses membuat tahu, ujarnya sambil menunduk.

Menurutnya, siapa pun ingin usaha pribadi bisa berkembang dan maju, be-gitu pula usaha keluarga Jarkasi. Namun kendala modal dan kenaikan bahan Bakar Minyak (BBM) membuat pengaruh yang negatif pada usahanya.

Dulu kita menjual perpotong itu senilai Rp. 500, dan per papan Rp. 85.000. Kini terkait BBM dan modal, kita bingung harus menentukan harga yang apabila telalu mahal maka berpengaruh pada peminat tahu produksi kita, ujarnya.

suprapto

Read Previous

Masih Banyak Pekerjaan Rumah Untuk Wujudkan Batam the Smart City

Read Next

Gedung LAM Megat Sri Rama Kabupaten Bintan Diresmikan