Pengawasan KPPU Terhadap Industri Farmasi

Batam, IsuKepri.com – Indonesia adalah negara yang memiliki jumlah warga negara yang cukup besar yaitu pada
Tahun 2014 mencapai 252.164.800 jiwa dan diproyeksikan pada tahun 2019 mencapai
268.074.600 jiwa, hal ini merupakan peluang bagi pelaku usaha di bidang industri kesehatan
untuk meningkatkan pertumbuhan bisnisnya.
Tercatat pada tahun 2014 Industri farmasi di Indonesia berhasil mencatatkan omzet Rp. 52
Triliun dan pada Tahun 2015 diperkirakan tumbuh 11,8% menjadi Rp. 56 Triliun. Obat-obatan
dengan resep dokter berkontribusi 59% dan obat bebas/generik sebesar 41% dari keseluruhan
pasar. Dari Nilai kapitalisasi industri tersebut perusahaan farmasi nasional menguasai pangsa
pasar sebesar 70% dan 30% sisanya dikuasai oleh perusahaan farmasi PMA.
Namun demikian perkembangan industri farmasi tersebut ternyata tidak berbanding lurus
dengan kemudahan akses masyarakat Indonesia terhadap obat murah dan pelayanan kesehatan
yang terjangkau. Harga obat-obatan di Indonesia terbilang mahal bila dibandingkan dengan
harga obat di negara-negara kawasan ASEAN.
Dalam pandangan KPPU, berdasarkan hasil kajian, keberadaan obat generik bermerek
merugikan konsumen karena harga eceran tertingginya tidak diatur oleh Pemerintah, tetapi
ditentukan sendiri oleh produsen obat. KPPU merekomendasikan agar pemerintah menerbitkan
regulasi tentang HET obat generik bermerek. Selain itu, KPPU merekomendasikan revisi
Permenkes yang mengatur tentang kewajiban bagi apoteker untuk memberikan pilihan obat
kepada pasien. Dengan revisi itu, pasien mendapatkan tawaran untuk memilih antara obat
generik, generik bermerek, atau obat paten sesuai resep dokter.
KPPU juga menilai bahwa Indonesia dapat mengantisipasi tingginya harga obat dengan
memanfaatkan fleksibilitas yang diperkenankan oleh World Trade Organization (WTO) dalam
bentuk Trade-Related Aspects of Intellectual Property Rights (TRIPS). Fasilitas merupakan
kesempatan untuk memproduksi obat-obat paten atas nama kepentingan nasional untuk
pemanfaatan oleh pemerintah sendiri.
Berkaitan dengan regulasi pada industri farmasi Indonesia, pada tangal 19 November 2015
KPPU juga telah menggelar hearing dengan mengundang Kementerian Kesehatan, Direktorat
Jenderal Bina Farmasi dan Alat Kesehatan, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM),
Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP), Kementerian Perindustrian,
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, United Nations Development Programme (UNDP),
World Health Organization (WHO) dan Yayasan Perlindungan Konsumen Kesehatan Indonesia
(YPKKI) menyangkut industri farmasi. Berdasrkan hasil pertemuan tersebut, diusulkan adanya
perbaikan regulasi mengenai kategori jenis obat-obatan di Indonesia.

Dimana yang sebelumnya terdapat tiga kategori obat, diusulkan menjadi dua kategori saja yaitu paten dan generik.
Sehingga tidak menyebabkan kebingungan pada masyarakat.
Selain hal-hal yang berkaitan dengan regulasi, saat ini KPPU Pusat sedang melakukan
investigasi untuk mendalami perilaku pelaku usaha industri farmasi terkait dugaan pelanggaran
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan
Usaha Tidak Sehat dalam industri farmasi yang saat ini berlangsung.
Lebih lanjut, terkait dengan pengawasan pada industri farmasi, KPPU masih melakukan
penyelidikan lebih mendalam. Adapun peran KPPU Kantor Perwakilan Daerah Batam sebagai
kepanjangan tangan KPPU di Provinsi Riau, Jambi, Kepulauan Riau dan Bangka Belitung juga
akan ikut melakukan pengawasan terhadap industri farmasi di wilayah kerja.(*)

Redaksi

Read Previous

Sempat larang, Menhub kembali izinkan ojek online operasi sementara

Read Next

Diisukan Selingkuh Dengan Regina Andriane, Ustaz Zacky Mirza Syok