Pilkada 2015 dibuat lebih ramah bagi penyandang disabilitas

IsuKepri.com – Pilkada 2015 ini adalah pilkada serentak pertama dalam skala besar dan juga diharapkan akan lebih mengakomodir kebutuhan penyandang disabilitas.
Komisi Pemilihan Umum setidaknya berusaha menyelenggarakan pesta demokrasi tersebut secara baik untuk kaum difabel, kata Ferry Kurnia, komisioner KPU.

“Jadi tuh kita sudah akomodir betul dalam regulasi kita. Nah dalam implementasi yang kita sekarang laksanakan juga kita akomodir misalnya dalam debat teman-teman kita yang tuna rungu juga ada yah medianya sehingga dia bisa menonton TV dengan bahasa yang bisa dipahami oleh teman-teman tuna rungu (bahasa isyarat),” jelas Ferry.

Selain itu, KPU juga akan membuat Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang dapat diakses oleh seorang yang menggunakan kursi roda dan membuat template dengan huruf braille.

Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini berpendapat KPU membuat kemajuan dalam pilkada kali ini ketimbang pilkada sebelumnya dengan adanya data penyandang disabilitas di situs KPU.
“Di situ di kolom pemilih sudah ada informasi jenis disabilitas. Jadi tuna rungu, tuna netra, tuna grahita, tuna daksa itu sudah ada jenis disabilitas. Tapi memang angkanya kecil sekali,” kata Titi.

Sosialisasi

Hingga hari Kamis (03/12) tercatat ada hampir 129.000 penyandang disabilitas yang terdaftar sebagai pemilih pada pilkada kali ini.
Padahal jumlah penyandang tuna netra saja diperkirakan ada sekitar tiga juta orang.

Irwan Dwi Kustanto, seorang penyandang tuna netra yang pernah memprakarsai pembuatan alat bantu mencoblos untuk tuna netra mengatakan pada pilkada dan pemilu-pemilu terlebih dahulu kendala lebih banyak terletak pada sosialisasi.

“Baik pada KPU-nya maupun dari kami lembaga-lembaga ketunanetraan karena persoalan untuk menjangkau seluruh tuna netra itu sangat berat walaupun ada beberapa NGO-NGO (Lembaga Swadaya Masyarakat) yang sudah melakukan sosialisasi dengan memberikan semacam buku-buku Braille ke komunitas tuna netra tertentu ya,” kata Irwan.

Hal yang sama juga diungkap oleh Titi Anggraini.”Kendalanya terletak pada pemahaman petugas. Aturannya baik tapi kalau training-nya (pelatihannya) gak maksimal aturan itu gak bisa diterapkan,” jelas Titi.

Teknologi aplikasi

Bagaimana pun niat KPU untuk membuat pilkada mendatang ramah bagi penyandang disabilitas menurut Titi perlu dihargai.
“Memang harus kita akui, paradigma penyelenggara pemilu kita yang sekarang relatif membaik soal pemenuhan hak-hak disabilitas. Tapi sekali lagi problemanya apakah paradigma yang baik itu mampu diturunkan sampai kepada petugas di lapangan,” tutur Titi.

KPU pun mulai mendorong pengembangan teknologi yang ramah bagi penyandang disabilitas, contohnya dengan memasukkan kategori disabilitas dalam lomba pembuatan aplikasi untuk pilkada Apps Challenge yang digelar KPU bulan November lalu.

Meski demikian, pemenangnya, aplikasi yang bernama Blindformation yang diperuntukkan untuk memberikan pemahaman pilkada kepada tuna netra ternyata tidak bisa digunakan.

“Ya memang mungkin desainnya lebih baik, lebih unik walaupun secara aplikasi masih perlu adanya pembenahan-pembenahan. Tapi yang pasti kan ini satu upaya anak bangsa yang harus juga kita akomodir untuk menjadi bagian dari aktivitas pilkada ini,” ujar Ferry Kurnia, komisioner KPU.

(Sumber : BBC Ind)

Redaksi

Read Previous

\’\’Mari Bersama Sosialisasikan Bahaya ISIS\’\’

Read Next

Jokowi Tolak Usulan Pembelian Helikopter Kepresidenan