Menabuh Genderang Melawan Penyebar Hoax Atas Nama Agama

Meskipun regulasi untuk mempersempit ruang gerak penyebar hoax (UU No 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU No 13 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) sudah ada, bahkan berbagai gerakan anti-hoax dibumikan, nyatanya berita bohong (hoax) masih bergentayangan di dunia maya, terutama media sosial.

Ironi semakin tajam ketika ranah dan meteri hoax saat ini sudah merambah pada aspek agama, yang seharusnya bersih dari nuansa agitasi, fitnah, menebar kebencian, dan berita buruk lainnya itu.  Namun mau bagaimana lagi, fakta menyebutkan bahwa hoax atas nama agama menjadi komoditas yang laris dan terus diproduksi hingga detik ini.

Apa yang menjadi fokus Kepolisian Republik Indonesia (Polri) belum lama ini merupakan bukti bahwa hoax atas nama agama memang benar adanya. Sebagaimana dikeketahui bersama bahwa Polri telah mengungkap Muslim Cyber Army (MCA), kelompok yang sudah ahli memproduksi hoax dan menyebarkannya hingga tukang becak dapat mengkonsumsinya.

Tentu situasi dan kondisi demikian ini berimplikasi negatif bagi semua lini kehidupan.  Bagaimana tidak. Ngomong dan berkoar-koar membela agama, tetapi justru ia sendiri yang mengotori agama. Itulah yang dilakukan oleh MCA.

Beberapa tahun terakhir ini, kita dililit berita hoax yang mengatas-namakan agama. Akibat dari massifnya hoax atas nama agama, masyarakat menjadi resah, rakyat dan aparat dibuat saling curiga gara-gara dipengaruhi oleh berita hoax. Kegaduhan dan konflik menjadi sesuatu yang sulit dihindari.

Padahal, ketika kita merunut sejarah Islam, dapat kita temukan betapa berita fitnah merupakan penyebab utama guncangan yang terjadi pada tubuh Islam kala itu. Hoax atau fitnah itu terjadi dalam kasus pembunuhan khalifah Utsman bin Affan, yang populer disebut sebagai al fitnah al-kubro. Saat itu umat Islam terpecah-pecah menjadi beberapa bagian. Dan ini menjadi perpecahan pertama dalam tinta sejarah Islam.

Sejarah, sebagaimana dikatakan oleh Roeslan Abdul Gani, bahwa suatu peristiwa yang memiliki nilai untuk selanjutnya dijadikan perbendaharaan pedoman bagi penilaian dan penentuan keadaan sekarang serta arah proses masa depan. Dengan demikian dapat ditegaskan bahwa kita, terutama umat Islam, harus membasmi hoax, agar sejarah kelam tidak terjadi di masa sekarang.

Oleh sebab itu, kita wajib menabuh genderang melawan penyebar hoax atas nama agama. Inilah jihad kita saat ini. KH Ma’ruf Amin sudah sejak lama memberikan wejangan abhakan himbauan kepada seluruh masyarakat agar melawan kelompom yang gemar menyebarkan hoax.

Jangan menggunakan nama muslim dan yang penting jangan melakukan hoax supaya negara ini aman. Perkataan petinggi MUI ini harus benar-benar dikecamkan dalam setiap individu. Semua ini untuk keamanan bersama.

Ada dua hal yang bisa dilakukan masyarakat terkait gerakan menabuh genderang melawan penyebar hoax atas nama agama.

Pertama, melakukan revitalisasi kesadaran kolektif bangsa. Haidar Nasir dalam Islam Tuhan Islam Manusia menawarkan resep beragama di era hoax, bahwa revitalisasi kesadaran itu dengan cara meletakkan budaya sebagai tempat persemaian seluruh aspek kehidupan. Dengan kesadaran kolektif ini, hoax tidak ada tempatnya di Indonesia.

Kita lihat pada nilai-nilai kebudayaan Indonesia ada yang namanya sopan-santun, jujur, dan lain sebagainya. Hoax bisa dibentengi oleh nilai-nilai luhur tersebut. Sehingga, poin pertama ini menginginkan agar masyarakat Indonesia sadar bahwa budaya saling fitnah, menjatuhkan dan sejenisnya harus dihentikan, bukan malah disebarkan, sebagaimana yang terjadi saat ini.

Tegas kata, informasi yang berbau agitasi, fitnah, provokasi, hate spech harus disembunyikan. Karena itu melanggar nilai-nilai luhur kebudayaan yang diwariskan oleh nenek moyang dan diajarkan oleh agama.

Kedua, kritisi!. Banyak pakar mengatakan bahwa masyarakat yang terdampak hoax, salah satu penyebab utamanya adalah tidak kritis terhadap konten dan sumber informasi yang di dapat.

Dalam poin kedua ini kita dituntut untuk melek literasi. Dalam Islam, skema periwayatan hadis dapat dijadikan sebagai role model dalam melacak berita hoax. kalau periwayat dan perawinya tidak kompeten, curigai dan telusuri jejaknya. Jika mencurigakan, laporkan pada pihak yang berwajib!

Dengan cara-cara inilah, hoax akan tenggelam bak dimakan bumi. Semoga!

Redaksi

Read Previous

Islam, Radikalisme dan Kebebasan

Read Next

Menang Bersaing di Pasar Global, Wajib Ada Skill